Senin, 10 Oktober 2016

Tiga Makanan Enak di Bandung

Ketika saya menulis artikel ini,  saya teringat dengan percakapan beberapa orang teman, yang satu pro kalau sate taichan itu enaknya nampol. Satu kelompok lagi bilang kalau sate taichan itu rasanya benar-benar kacau luar biasa. Akibat percakapan tersebut, saya jadi berpikir lebih keras menentukan makanan mana yang mesti saya rekomendasikan dalam artikel ini. Karena bukan sekali dua kali saya juga kecewa dengan beberapa rekomendasi dari teman-teman ataupun website. Katanya enak luar biasa, ternyata menurut lidah saya rasanya benar-benar “porak-poranda”.

Makanan itu masalah rasa sehingga menyebabkan pendapat orang mengenai satu makanan bisa berbeda-beda. Oleh karena itu, daftar makanan  berikut adalah murni pendapat saya pribadi. Bisa jadi juga bukan selera kamu.  

Martabak Andir
Matahari sudah berganti bulan sepenuhnya ketika kami sampai di Martabak Andir. Perut sudah ¾ terisi dan ¼ bagiannya lagi memang sudah dialokasikan untuk martabak yang katanya uenak ini. Menurut info martabak yang paling jagoan di sini adalah martabak pandan jagung.

Martabak pandan jagung Andir (Foto Koleksi Pribadi)
Ketika memesan, kami mendapat no antrean ke-7. Kok bisa dapat antrean no sekian padahal orang yang mengantre cukup banyak? Pertanyaan terjawab ketika para pelayan berteriak memanggil orang yang memesan martabak no. 93. Jadi setelah no. 100, antrean kembali lagi ke no 1. Saya hanya menerka-menerka dalam hati sudah berapa kelipatan seratuskah martabak Andir yang telah dipesan sampai waktu itu.

Saya tak mau kepo dalam hal ini. Yang saya inginkan adalah satu loyang martabak hijau dengan taburan jagung manis yang telah dipotong sama rata menjadi 8 bagian. Sambil menunggu, kami berdiri karena tak ada satu meja pun yang kosong. Sekitar 10 menit, ada satu keluarga yang meninggalkan bangkunya, kami pun segera bergerak ke bangku cokelat yang mirip-mirip batang pohon ini.

Akhirnya pesanan kami datang.  Martabak disajikan  di kotak kardus. Packaging-nya sama saja dengan martabak yang akan dibawa  pulang.  Saya pun langsung mengambil satu bagian martabat yang ukurannya cukup besar. Martabak tebal, manis, dan hangat ini terasa lembut di mulut.  Kejunya pun terasa bercampur satu di dalam mulut. Lain waktu mungkin saya akan mampir ke sini lagi.

Martabak Andir
Jl. Jendral Sudirman No.143 Bandung
Telp: (022) 6015386

Mie Lezat
Kami menemukan Mie Lezat secara tidak sengaja setelah makan Martabak Andir. Letaknya masih dii Jalan Sudirman. Sebenarnya Mie Lezat memiliki restoran yang permanen di Jalan Luna, agak masuk ke dalam gang. Namun ketika malam turun, Mie Lezat juga ikut menggelar dagangannya di mulut jalan bergabung dengan berbagai street food lainnya. Para pembeli dapat duduk di meja dan bangku kayu yang panjang dan sedehana.
Mie ayam rica-rica dengan bakso rebus (Foto koleksi Pribadi)
Sebenarnya Mie Lezat akan  menjadi menu makan  pagi kami keesokan harinya. Tak tahan menunggu besok pagi, kami langsung memesan satu porsi mie ayam rica-rica. Ketika ayamnya dicampur dan diaduk-aduk, mie yang tadinya tampak berwarna kekuningan berubah menjadi cokelat kemerahan. Rasanya agak pedas.  Bagi kamu yang tidak suka sama sekali pedas, saya menyarankan kamu untuk memesan mie ayam jamur. Ayam cincang dan jamur berwarna putih mengundang selera. Rasanya tak kalah enaknya dengan ayam rica-rica.

Jika kamu suka pedas, kamu bisa menambahkan sambal. Mie Lezat juga menyediakan bakso dan pangsit rebus. Selain itu, juga ada bakso goreng yang tak kalah enaknya. Tampaknya Mie Lezat akan menjadi saah satu tempat yang akan saya kunjungi selanjutnya di  Bandung.

Iga Si Jangkung
Untuk makan malam kali ini kami sudah menentukan tempat di Paskal Food Market, sebuah food court yang luas dengan berbagai jenis makanan yang lezat. Salah satunya Iga Si Jangkung, menu yang sudah masuk ke daftar-harus-makan-kami. Sesungguhnya kami juga tidak sengaja menemukan Iga Si Jangkung di sini. Tempatnya berada di bagian depan di  Paskal Food Market.  Jadi, mudah diketemukan.

Iga Si Jangkung yang lembut dan pedas di mulut (Foto koleksi pribadi)
Tempat berjualan Iga Si Jangkung tampak sederhana.  Ada daftar menu beserta harga yang terpampang di dinding. Tak ada dummy makanan juga yang bisa membuat air liur kami mengelar. Namun karena sudah kepincut cerita iga bakarnya yang enak.  Akhirnya keputusan jatuh pada Iga Bakar Si Jangkung.

Iga bakarnya yang berwarna kecokelatan dan berminyak yang disajikan di atas semacam hot plate. Dagingnya banyak, tetapi lemaknya tak terlalu banyak. Itu alasannya mengapa saya berkeputusan memesan makanan ini. Ada potongan tomat, bawang, dan cabai yang membuat iga semakin hot. Iga Jangkung disajikan dengan seporsi nasi putih hangat.  Kamu patut mencobanya jika datang ke mari.

Iga Si Jangkung
Paskal Food Market

Kamis, 06 Oktober 2016

Cara Meracik Es Kopi Vietnam

Es Kopi Vietnam (Koleski  Foto Pribadi)
Sidang kasus kematian Mirna dengan tersangka Jessica Wongso yang banyak membuat orang gregetan menginspirasi saya menuliskan artikel tentang es kopi vietnam. Inspirasi ini keluar tepatnya ketika saya sedang membaca sebuah judul di portal berita terkenal tentang hakim yang menanyakan sebuah pertanyaan bagaimana rasanya es kopi vietnam itu, hangat atau dingin?

 Pada dasarnya saya adalah seorang yang sangat kepo. Ketika beberapa bulan yang lalu I Wayan Mirna Salihan tiba-tiba tewas di Cafe Olivier Grand Indonesia akibat meminum es kopi vietnam, saya beserta beberapa orang teman sempat mampir ke Olivier Cafe untuk sekedar mencicipi rasa es kopi vietnam yang begitu ngehits. Sayangnya, tak ada satu gelas kopi vietnam yang tersedia waktu kami datang alias closed order. Pelayan kemudian menyarankan saya untuk menelepon Cafe terlebih dulu sebelumnya datang ke Olivier Cafe pada malam hari atau paling amannya saya disarankan untuk datang siang hari ke kafe tersebut. “Stoknya pasti masih banyak.” Kata laki-laki berseragam putih itu tersenyum ramah.

Menurutnya es kopi vietnam memang sudah menjadi menu favorit di sini jauh sebelum peristiwa yang tragis tersebut dan tanpa ditanya dia menerangkan panjang lebar mengenai es kopi vietnam. Tampaknya pelayan yang ramah itu menangkap kekecewaan saya meskipun ruangan cafe begitu temaram malam itu sehingga dia mau berpanjang-panjang ria menjelaskan hal tersebut kepada kami. Berbulan-bulan telah berlalu dan hingga sekarang saya belum sempat kembali ke Olivier Cafe.

Namun begitu, saya sudah pernah mencicipi es kopi vietnam di tempat lain, yaitu di The People Cafe yang terletak di Ground Floor sebuah mall di kawasan Gading Serpong. Rasa penasaran saya mengatakan saya harus memesan es kopi vietnam di sini. Bukan Olivier Cafe tak apalah, The People Cafe jadilah. Pelayan datang dengan membawa satu baki berisi tiga gelas. Gelas pertama yang paling tinggi berisi potongan-potongan es. Gelas kedua yang lebih pendek berisi krimer dan juga kopi dari jenis robusta. Gelas ketiga yang paling pendek dan berwarna biru berisi air panas.

Es Kopi Vietnam Ala The People Cafe (Foto Koleksi Pribadi)
Customer kemudian dipersilakan meracik sendiri es kopi vietnam. Saya memasukkan air panas ke dalam gelas yang berisi krimer dan kopi sesuai dengan selera saya. Setelah dikocok-kocok sebentar, tambahkan potongan es sesuai dengan selera. Es kopi vietnam berwarna kecokelatan, rasanya sedikit pahit dan masam, bercampur dengan manisnya krim. Wanginya harummm.... Minuman dingin ini begitu menyejukkan malam yang cukup panas.

Entah nyambung atau tidak, saya pun mengambil sepotong pizza tipis untuk menemani es kopi vietnam. Akhirnya rasa kepo saya selama berbulan-bulan bisa terobati. Yesss... saya bisa menyeruput satu gelas es kopi vietnam. Meskipun malam ini tampaknya saya akan kesulitan tidur karena pada dasarnya saya tak tahan dengan pengaruh kafein. Tapi tak apalah masih banyak deretan menu The People Cafe yang bisa kami pesan untuk menghabiskan malam yang panjang ini.

Senin, 03 Oktober 2016

Gultik Itu Bukan Gulai Itik, Tetapi Menggelitik!

Gultik Pasar Modern Paramounth Serpong (Foto Dokumentasi Pribadi)
Sudah sering kali saya mendengar cerita kuliner Gultik yang bikin ngiler dari beberapa teman. Padahal saya sering kali wara-wiri ke Blok M, tetapi entah mengapa kuliner ini tampaknya sulit untuk diraih. Halahhhhh... Mungkin waktunya yang sering kali tidak tepat. Para pedagang gultik baru akan menggelar daganganya saat matahari mulai tenggelam. Namun enggak sekali dua kali juga saya tersesat di Blok M kala malam, namun entah mengapa selau tidak ingat kalau ada makanan melegenda yang harus dicicipi di sini.

Gerobak Gultik di Pasarr Parmounthh Gading Serpong (Koleksi foto pribadi)
Mungkin ini yang namanya belum jodoh. Gultik hanya sebuah harapan yang belum terpenuhi. Namun orang bijak pernah berkata ”kalau kamu mengingini sesuatu, alam raya akan membantumu untuk mendapatkannya. Ciehhh... Bingung kenapa sampai segitunya gara-gara gultik doang?”

Jadi ceritanya begini, beberapa waktu yang lalu ketika mau makan sate taichan di Pasar Paramounth Gading Serpong, ternyata di sebelahnya ada penjual Gultik yang juga baru buka. Enggak pakai mikir, saya langsung pesan satu porsi sambil nanya begini sama abangnya “Bang, ini gulai itik ya?” Si Abang yang sepertinya tidak sabar menunggu nasinya masak di rice cooker menjawab kalau Gultik itu kependekan dari Gulai Tikungan, bukan Gulai Itik. Jadi, di tempat melegendanya Gultik di Blok M sana, pedagangnya berbaris di semacam tikungan dan katanya tempatnya juga rada-rada gelap. Saya pun mengangguk-angguk tanda mengerti.

Agak lama saya menantikan seporsi gultik karena nasi putihnya tidak kunjung masak. Finally, si abang membawakan saya sepiring gultik. Ternyata ini benar-benar porsi mini. Nasinya tak seberapa banyak, setengah porsi pun tampaknya kurang. Jumlah dagingnya apalagi. Potongan dadu-dadu daging sapi yang kalau dihitung hanya ada sekitar 8 biji. Pantas saja kalau ada orang yang bisa memesan 3-5 porsi gultik sekali makan. Namun karena saya juga memesan Sate Taichan yang bikin keringatan, saya hanya memesan satu porsi saja.

Untuk informasi di Pasar Paramount Serpong ini banyak sekali makanan yang lezat dan terjangkau. Jadi, sayang kalau pesan tiga gultik sekaligus. Masih banyak makanan lain yang lezat yang bisa kamu dicoba. Setelah acara menghitung daging kelar saatnya untuk menyantap makanan ini. Menurut saya gultik itu mirip-mirip dengan tongseng tanpa kol. Santannya yang berwarna kekuningan dan tidak terlalu kental. Dagingnya ada yang halus dan juga ada juga yang berserat.

Daging yang cukup empuk dimakan dengan nasi putih yang sudah dibasahi dengan kuah. Menurut seorang teman yang sudah pernah makan Gultik di tempat aslinya, kuah gultik di Blok M lebih kental dibandingkan dengan kuah yang dijual di Pasar Paramounth. Kalau urusan jumlah daging, yang di Blok M lebih sedikit dan lebih banyak lemaknya dibandingkan yang di Gading Serpong. Sebelum teman saya selesai bercerita panjang lebar mengenai perbedaan Gultik di-sana-dan-di-sini, saya sudah kelar duluan menghabiskan beberapa suap Gultik yang hanya bikin perut saya sedikit tergeletik. Baiklah menu kedua saya sudah tersedia, yaitu sate taichan yang bikin gregetan. Selamat makan! Selamat berkuliner!

Gultik Blok M Pak Arjo
Pasar Modern Paramunth Gading Serpong
Harga: 15K
Buka: Menjelang malam