Senin, 10 Oktober 2016

Tiga Makanan Enak di Bandung

Ketika saya menulis artikel ini,  saya teringat dengan percakapan beberapa orang teman, yang satu pro kalau sate taichan itu enaknya nampol. Satu kelompok lagi bilang kalau sate taichan itu rasanya benar-benar kacau luar biasa. Akibat percakapan tersebut, saya jadi berpikir lebih keras menentukan makanan mana yang mesti saya rekomendasikan dalam artikel ini. Karena bukan sekali dua kali saya juga kecewa dengan beberapa rekomendasi dari teman-teman ataupun website. Katanya enak luar biasa, ternyata menurut lidah saya rasanya benar-benar “porak-poranda”.

Makanan itu masalah rasa sehingga menyebabkan pendapat orang mengenai satu makanan bisa berbeda-beda. Oleh karena itu, daftar makanan  berikut adalah murni pendapat saya pribadi. Bisa jadi juga bukan selera kamu.  

Martabak Andir
Matahari sudah berganti bulan sepenuhnya ketika kami sampai di Martabak Andir. Perut sudah ¾ terisi dan ¼ bagiannya lagi memang sudah dialokasikan untuk martabak yang katanya uenak ini. Menurut info martabak yang paling jagoan di sini adalah martabak pandan jagung.

Martabak pandan jagung Andir (Foto Koleksi Pribadi)
Ketika memesan, kami mendapat no antrean ke-7. Kok bisa dapat antrean no sekian padahal orang yang mengantre cukup banyak? Pertanyaan terjawab ketika para pelayan berteriak memanggil orang yang memesan martabak no. 93. Jadi setelah no. 100, antrean kembali lagi ke no 1. Saya hanya menerka-menerka dalam hati sudah berapa kelipatan seratuskah martabak Andir yang telah dipesan sampai waktu itu.

Saya tak mau kepo dalam hal ini. Yang saya inginkan adalah satu loyang martabak hijau dengan taburan jagung manis yang telah dipotong sama rata menjadi 8 bagian. Sambil menunggu, kami berdiri karena tak ada satu meja pun yang kosong. Sekitar 10 menit, ada satu keluarga yang meninggalkan bangkunya, kami pun segera bergerak ke bangku cokelat yang mirip-mirip batang pohon ini.

Akhirnya pesanan kami datang.  Martabak disajikan  di kotak kardus. Packaging-nya sama saja dengan martabak yang akan dibawa  pulang.  Saya pun langsung mengambil satu bagian martabat yang ukurannya cukup besar. Martabak tebal, manis, dan hangat ini terasa lembut di mulut.  Kejunya pun terasa bercampur satu di dalam mulut. Lain waktu mungkin saya akan mampir ke sini lagi.

Martabak Andir
Jl. Jendral Sudirman No.143 Bandung
Telp: (022) 6015386

Mie Lezat
Kami menemukan Mie Lezat secara tidak sengaja setelah makan Martabak Andir. Letaknya masih dii Jalan Sudirman. Sebenarnya Mie Lezat memiliki restoran yang permanen di Jalan Luna, agak masuk ke dalam gang. Namun ketika malam turun, Mie Lezat juga ikut menggelar dagangannya di mulut jalan bergabung dengan berbagai street food lainnya. Para pembeli dapat duduk di meja dan bangku kayu yang panjang dan sedehana.
Mie ayam rica-rica dengan bakso rebus (Foto koleksi Pribadi)
Sebenarnya Mie Lezat akan  menjadi menu makan  pagi kami keesokan harinya. Tak tahan menunggu besok pagi, kami langsung memesan satu porsi mie ayam rica-rica. Ketika ayamnya dicampur dan diaduk-aduk, mie yang tadinya tampak berwarna kekuningan berubah menjadi cokelat kemerahan. Rasanya agak pedas.  Bagi kamu yang tidak suka sama sekali pedas, saya menyarankan kamu untuk memesan mie ayam jamur. Ayam cincang dan jamur berwarna putih mengundang selera. Rasanya tak kalah enaknya dengan ayam rica-rica.

Jika kamu suka pedas, kamu bisa menambahkan sambal. Mie Lezat juga menyediakan bakso dan pangsit rebus. Selain itu, juga ada bakso goreng yang tak kalah enaknya. Tampaknya Mie Lezat akan menjadi saah satu tempat yang akan saya kunjungi selanjutnya di  Bandung.

Iga Si Jangkung
Untuk makan malam kali ini kami sudah menentukan tempat di Paskal Food Market, sebuah food court yang luas dengan berbagai jenis makanan yang lezat. Salah satunya Iga Si Jangkung, menu yang sudah masuk ke daftar-harus-makan-kami. Sesungguhnya kami juga tidak sengaja menemukan Iga Si Jangkung di sini. Tempatnya berada di bagian depan di  Paskal Food Market.  Jadi, mudah diketemukan.

Iga Si Jangkung yang lembut dan pedas di mulut (Foto koleksi pribadi)
Tempat berjualan Iga Si Jangkung tampak sederhana.  Ada daftar menu beserta harga yang terpampang di dinding. Tak ada dummy makanan juga yang bisa membuat air liur kami mengelar. Namun karena sudah kepincut cerita iga bakarnya yang enak.  Akhirnya keputusan jatuh pada Iga Bakar Si Jangkung.

Iga bakarnya yang berwarna kecokelatan dan berminyak yang disajikan di atas semacam hot plate. Dagingnya banyak, tetapi lemaknya tak terlalu banyak. Itu alasannya mengapa saya berkeputusan memesan makanan ini. Ada potongan tomat, bawang, dan cabai yang membuat iga semakin hot. Iga Jangkung disajikan dengan seporsi nasi putih hangat.  Kamu patut mencobanya jika datang ke mari.

Iga Si Jangkung
Paskal Food Market

Kamis, 06 Oktober 2016

Cara Meracik Es Kopi Vietnam

Es Kopi Vietnam (Koleski  Foto Pribadi)
Sidang kasus kematian Mirna dengan tersangka Jessica Wongso yang banyak membuat orang gregetan menginspirasi saya menuliskan artikel tentang es kopi vietnam. Inspirasi ini keluar tepatnya ketika saya sedang membaca sebuah judul di portal berita terkenal tentang hakim yang menanyakan sebuah pertanyaan bagaimana rasanya es kopi vietnam itu, hangat atau dingin?

 Pada dasarnya saya adalah seorang yang sangat kepo. Ketika beberapa bulan yang lalu I Wayan Mirna Salihan tiba-tiba tewas di Cafe Olivier Grand Indonesia akibat meminum es kopi vietnam, saya beserta beberapa orang teman sempat mampir ke Olivier Cafe untuk sekedar mencicipi rasa es kopi vietnam yang begitu ngehits. Sayangnya, tak ada satu gelas kopi vietnam yang tersedia waktu kami datang alias closed order. Pelayan kemudian menyarankan saya untuk menelepon Cafe terlebih dulu sebelumnya datang ke Olivier Cafe pada malam hari atau paling amannya saya disarankan untuk datang siang hari ke kafe tersebut. “Stoknya pasti masih banyak.” Kata laki-laki berseragam putih itu tersenyum ramah.

Menurutnya es kopi vietnam memang sudah menjadi menu favorit di sini jauh sebelum peristiwa yang tragis tersebut dan tanpa ditanya dia menerangkan panjang lebar mengenai es kopi vietnam. Tampaknya pelayan yang ramah itu menangkap kekecewaan saya meskipun ruangan cafe begitu temaram malam itu sehingga dia mau berpanjang-panjang ria menjelaskan hal tersebut kepada kami. Berbulan-bulan telah berlalu dan hingga sekarang saya belum sempat kembali ke Olivier Cafe.

Namun begitu, saya sudah pernah mencicipi es kopi vietnam di tempat lain, yaitu di The People Cafe yang terletak di Ground Floor sebuah mall di kawasan Gading Serpong. Rasa penasaran saya mengatakan saya harus memesan es kopi vietnam di sini. Bukan Olivier Cafe tak apalah, The People Cafe jadilah. Pelayan datang dengan membawa satu baki berisi tiga gelas. Gelas pertama yang paling tinggi berisi potongan-potongan es. Gelas kedua yang lebih pendek berisi krimer dan juga kopi dari jenis robusta. Gelas ketiga yang paling pendek dan berwarna biru berisi air panas.

Es Kopi Vietnam Ala The People Cafe (Foto Koleksi Pribadi)
Customer kemudian dipersilakan meracik sendiri es kopi vietnam. Saya memasukkan air panas ke dalam gelas yang berisi krimer dan kopi sesuai dengan selera saya. Setelah dikocok-kocok sebentar, tambahkan potongan es sesuai dengan selera. Es kopi vietnam berwarna kecokelatan, rasanya sedikit pahit dan masam, bercampur dengan manisnya krim. Wanginya harummm.... Minuman dingin ini begitu menyejukkan malam yang cukup panas.

Entah nyambung atau tidak, saya pun mengambil sepotong pizza tipis untuk menemani es kopi vietnam. Akhirnya rasa kepo saya selama berbulan-bulan bisa terobati. Yesss... saya bisa menyeruput satu gelas es kopi vietnam. Meskipun malam ini tampaknya saya akan kesulitan tidur karena pada dasarnya saya tak tahan dengan pengaruh kafein. Tapi tak apalah masih banyak deretan menu The People Cafe yang bisa kami pesan untuk menghabiskan malam yang panjang ini.

Senin, 03 Oktober 2016

Gultik Itu Bukan Gulai Itik, Tetapi Menggelitik!

Gultik Pasar Modern Paramounth Serpong (Foto Dokumentasi Pribadi)
Sudah sering kali saya mendengar cerita kuliner Gultik yang bikin ngiler dari beberapa teman. Padahal saya sering kali wara-wiri ke Blok M, tetapi entah mengapa kuliner ini tampaknya sulit untuk diraih. Halahhhhh... Mungkin waktunya yang sering kali tidak tepat. Para pedagang gultik baru akan menggelar daganganya saat matahari mulai tenggelam. Namun enggak sekali dua kali juga saya tersesat di Blok M kala malam, namun entah mengapa selau tidak ingat kalau ada makanan melegenda yang harus dicicipi di sini.

Gerobak Gultik di Pasarr Parmounthh Gading Serpong (Koleksi foto pribadi)
Mungkin ini yang namanya belum jodoh. Gultik hanya sebuah harapan yang belum terpenuhi. Namun orang bijak pernah berkata ”kalau kamu mengingini sesuatu, alam raya akan membantumu untuk mendapatkannya. Ciehhh... Bingung kenapa sampai segitunya gara-gara gultik doang?”

Jadi ceritanya begini, beberapa waktu yang lalu ketika mau makan sate taichan di Pasar Paramounth Gading Serpong, ternyata di sebelahnya ada penjual Gultik yang juga baru buka. Enggak pakai mikir, saya langsung pesan satu porsi sambil nanya begini sama abangnya “Bang, ini gulai itik ya?” Si Abang yang sepertinya tidak sabar menunggu nasinya masak di rice cooker menjawab kalau Gultik itu kependekan dari Gulai Tikungan, bukan Gulai Itik. Jadi, di tempat melegendanya Gultik di Blok M sana, pedagangnya berbaris di semacam tikungan dan katanya tempatnya juga rada-rada gelap. Saya pun mengangguk-angguk tanda mengerti.

Agak lama saya menantikan seporsi gultik karena nasi putihnya tidak kunjung masak. Finally, si abang membawakan saya sepiring gultik. Ternyata ini benar-benar porsi mini. Nasinya tak seberapa banyak, setengah porsi pun tampaknya kurang. Jumlah dagingnya apalagi. Potongan dadu-dadu daging sapi yang kalau dihitung hanya ada sekitar 8 biji. Pantas saja kalau ada orang yang bisa memesan 3-5 porsi gultik sekali makan. Namun karena saya juga memesan Sate Taichan yang bikin keringatan, saya hanya memesan satu porsi saja.

Untuk informasi di Pasar Paramount Serpong ini banyak sekali makanan yang lezat dan terjangkau. Jadi, sayang kalau pesan tiga gultik sekaligus. Masih banyak makanan lain yang lezat yang bisa kamu dicoba. Setelah acara menghitung daging kelar saatnya untuk menyantap makanan ini. Menurut saya gultik itu mirip-mirip dengan tongseng tanpa kol. Santannya yang berwarna kekuningan dan tidak terlalu kental. Dagingnya ada yang halus dan juga ada juga yang berserat.

Daging yang cukup empuk dimakan dengan nasi putih yang sudah dibasahi dengan kuah. Menurut seorang teman yang sudah pernah makan Gultik di tempat aslinya, kuah gultik di Blok M lebih kental dibandingkan dengan kuah yang dijual di Pasar Paramounth. Kalau urusan jumlah daging, yang di Blok M lebih sedikit dan lebih banyak lemaknya dibandingkan yang di Gading Serpong. Sebelum teman saya selesai bercerita panjang lebar mengenai perbedaan Gultik di-sana-dan-di-sini, saya sudah kelar duluan menghabiskan beberapa suap Gultik yang hanya bikin perut saya sedikit tergeletik. Baiklah menu kedua saya sudah tersedia, yaitu sate taichan yang bikin gregetan. Selamat makan! Selamat berkuliner!

Gultik Blok M Pak Arjo
Pasar Modern Paramunth Gading Serpong
Harga: 15K
Buka: Menjelang malam  

Rabu, 28 September 2016

Sate Taichan yang Bikin Keringatan


Melihat sate putih Taichan di postingan salah satu media sosial seorang teman, sebenarnya saya tak begitu ngiler ngiler banget. Tata letak foto dan komposisi warananya memang keren, tetapi kenapa warna daging satenya begitu putih dan tampak tidak matang. Namun rasa kepo saya mengalahkan  rasa tak-ngiler saya dengan makanan kekinian ini. Apalagi ketika salah seorang teman bilang bahwa di sekitaran Tangerang sudah ada penjual sate taichan, tepatnya di pasar modern  Paramount Serpong. Jadi, enggak perlu jauh-jauh “nyamperin” sampai ke Senayan kalau begitu.

Kami pun berangkat menuju Pasar Modern Paramounth Gading Serpong setelah pulang kantor. Untuk informasi, pasar Paramounth merupakan salah satu pusat kuliner kaki lima di Tangerang  dengan harga makanan yang terjangkau dan berbagai jenis makanan yang lezat dan sedap. Dari sore biasanya sudah mulai banyak penjual makanan yang mendirikan tendanya  di sepanjang pinggiran pasar.

Kami pun berputar mencari di mana penjual sate taichan menggelar dagangannya.  Tenda satenya terletak di di dekat Spa Dewi Fortuna. Ketika kami datang, penjual baru saja membereskan segala peratalatannya, mulai dari tenda, piring, hingga arang dan tempat bakar sate. Kami harus menunggu sekitar setengah jam, barulah pedagang siap menerima pesanan kami.

Akhir empat porsi sate taichan kami datang. Satu porsi berisi 10 tusuk sate ayam berwarna putih. Ukuran dagingnya tak terlalu besar. Tak heran jika ada orang yang bisa memesan tiga porsi bahkan lebih untuk dimakan sendiri karena memang porsinya kecil. Satu porsi sate taichan dibanderol dengan harga 8.500 dengan isi 10 buah per porsinya.

Sate taichan sama seperti sate lainnya yang dapat terbuat dari daging ayam atau sapi. Bedanya sate taichan disajikan dengan ulekan sambal cabe rawit merah dan hijau. Ini yang membuat rasanya WOWW, rasa pedas bercampur dengan rasa asem dan asin bercampur menjadi satu. Rasa asem dan asinnya berasal dari paduan bumbu yang dioleskan saat sate dibakar.

Bagi kamu pecinta pedas, rasanya sate taichan bisa kamu tambahkan ke dalam daftar makanan favoritmu. Namun bagi yang tidak suka pedas, percayalah sate ini tetap pedas meskipun kamu sudah memberikan banyak kecap manis di atasnya.

Rasa kepo saya terhadap sate putih terpenuhi sudah. Sate putih yang katanya mirip sate-satean di Jepang ini, rasanya tak kalah dengan sate berbumbu sambal kacang atau kecap bawang.  Saya rasa sate taichan yang bisa bikin keringatan ini bisa jadi salah satu makanan favorit saya.

Selasa, 31 Mei 2016

Ini Tiga Restoran yang Menjual Menu Iga

Kangen setelah sekian lama enggak pernah menulis tentang makanan  lezat dan restoran. Akhirnya rasa rindu itu bisa terobati hari ini. Sampai di depan netbook, bingung mau nulis apa. Sudah banyak sekali foto restoran dan makanan yang tersimpan dalam folder-folder yang sudah tersusun dengan rapi. Mau nulis tentang apa ya? Makanan Jepang, Korea, Italia, Thailand, Vietnam, atau Indonesia.

Setelah melihat beberapa folder foto, saya akhirnya memutuskan untuk menulis restoran yang menjual menu iga-igaan saja, mulai dari iga penyet, iga bakar, iga sambal kacang, hingga sup iga. Di netbook saya ada beberapa restoran yang menjual menu iga-igaan. Saya memilih tiga, pertama Restoran SBIH (Sup Buntut Ibu Henny), Warung Teko, dan Warung Leko.

Warung Leko
Salah satu restoran yang menjual berbagai jenis menu iga adalah Warung Leko. Adapun menu-menu yang kami pesan di sini, mulai dari iga bakar, iga penyet, sup iga, dan oseng iga. Selain menu tersebut, kami juga memesan menu lainnya, yaitu ayam penyet, empal penyet, dan jamur enoki goreng. Harga untuk satu menu berkisar antara 26-50K, belum termasuk nasi dan minum.

Iganya lembut dengan sambal yang rasaya cukup pas, tidak terlalu pedas. Di sini juga dijual menu oseng iga, yaitu iga yang sudah dipotong kecil-kecil ditumis dengan potongan cabe rawit yang sangat banyak. Selain itu, juga ada potongan tomatnya. Ada juga berbagai menu sayuran yang bisa kamu pesan.

Menu di Warung Leko
Ada beberapa cabang restoran Warung Leko. Salah satunya berada di Lantai 3 Central Park yang letaknya hampir berada di ujung.  Tempatnya tidak terlalu besar dan cukup ramai, tetapi nyaman untuk ngobrol bahkan reuni.  

Restoran SBIH (Sop Buntut Ibu Henny)
Meskipun spesialisasi makanannya restoran ini adalah sop buntut, menu-menu iga juga disajikan dan dapat menjadi pilihan kamu. Restoran SBIH ini memiliki beberapa cabang. Salahnya satunya berada di foodcourt Makan Sutra di Supermall Lippo Karawaci Tangerang. Restonya berdekatan dengan Bakmi GM  yang berada di lantai 3. 
Menu Restoran Sop Buntut Ibu Henny (Dokumentasi Pribadi)
Pada saat datang, belum ada satu pun yang mengantre. Wah saya jadi waswas, kok ngak ada yang makan? Jangan-jangan, jangan-jangan. Tapi rasa waswasnya agak sedikit hilang ketika melihat moto restoran  tersebut di belakang kasir pembayaran, “dijamin enak, tidak enak gratis”.  

Kalau nanti nga enak  dan juga tidak malu, bisalah nanti saya kompain. “Yah jangan sampai sudah mau habis baru kompain, itu namanya cari untung dalam kesempitan.”
Kami pun memesan dua menu ayam penyet, dua menu ayam penyet, empat porsi nasi putih, dan seporsi otak-otak. Pelayan dengan cekatan mengantarkan pesanan kami yang disajikan di atas mangkuk dan piring putih. Oh ya... menu iga penyetnya disajikan dengan semangkuk air kaldu. Ukuran porsinya sedang, satu porsi cukup untuk satu orang.

Iga dan ayamnya lembut. Namun bagi saya, yang  paling nyos di restoran ini adalah sambalnya. Pedasnya minta ampun. Kalau kamu pecinta pedas, kamu akan sangat menyukainya. Namun jika tidak, lebih baik kamu bilang dari awal kepada kasirnya agar menaruh sambalnya  di pinggir piring. Air kaldunya enak. Jika kamu kurang, kamu bisa isi ulang.

Warung Tekko
Warung Tekko juga memiliki banyak cabang di Indonesia. Namun beberapa waktu yang lalu, kami menyambangi Warung Tekko yang berada di Flavor Bliss. Letaknya tepat di samping Stevan Meat Shop. Restorannya sungguh cozy.  Deretan kursi kayu berderet dengan rapi. Ada yang outdoor dan indoor.
Di sini ada banyak pilihan menu, mulai dari sup iga, iga penyet, dan iga sambal kacang, dan iga asam-asam manis. Menu tersebut disajikan pada piring-piring kecil seperti tanah liat. Pelayannya pun dengan cekatan  menyajikan pesanan kami.

Iga asam-asam manis saja yang disajikan dalam wadah metal yang di bawahnya ada kompor kecil sehingga kuah  yang terasa asam dan manis  masih terasa panas saat disajikan. Satu porsi biasanya disajikan dua atau tiga  potong iga yang lembut saat dikunyah. Sambalnya tidak terasa terlalu pedas. Selain menu iga, kami juga memesan menu set ayam goreng yang disajikan dengan lalapan, serta tempe atau tahu.


Senin, 28 Maret 2016

Bebek Gerobak Astra: Tempat Makan Bebek yang Murah dan Lezat di Jakarta Utara

Hari sudah malam ketika kami melewati pabrik Astra yang berada di dekat lampu merah menuju Tanjung Priuk di belakang ITC Cempaka Mas. Tiba-tiba mobil  yang kami naiki melambat, mendekati sebuah gerobak makanan di pinggir jalan.

Supir yang tak lain adalah abang saya sendiri  langsung menghentikan kendaraan kami lalu bertanya,  “siapa yang mau makan bebek.”

Saya awalnya hanya terdiam. “Lho bukannya kita akan makan di food court Mall Artha Gading ya?” Tanya saya kepadanya.

“Iya,” jawabnya. “Cuma kalau sudah lewat tukang bebek ini, sayang kalau kita nga mampir beli. Bebeknya enak lho.”

“Oh ya, seenak apa memangnya?”

Namun pertanyaan itu tak sampai keluar dari mulut saya karena prinsipnya makanan tidak perlu diperdebatkan bagaimana rasanya.  Lebih  baik dipesan kemudian dimakan. Kami akhirnya memesan tiga bungkus nasi bebek Madura dan membayar 14K untuk setiap porsinya. 

Ketika kami melanjutkan perjalanan menuju Mall Artha Gading, abang saya bercerita bahwa pelanggan bebek gerobak Astra tersebut, rata-rata orang yang bermobil dan biasanya harus antre kalau makan di situ. “Tadi kita beruntung, langsung dilayani, mungkin karena sedang long weekend sehingga tidak terlalu banyak yang makan bebek gerobak tersebut.” Tutur Abang saya.

Masih menurutnya, dia pernah berduduk bersebalahan di bangku kayu seadanya dengan Tantri Kotak dan  Basis Kotak yang tidak tahu siapa namanya makan di tempat ini. Wah saya makin penasaran dengan rasa bebek Madura dengan bumbu cokelat menggoda ini.

Sesampainya di Mall Artha Gading, kami menuju beberapa gerai dulu,  barulah kami naik ke West Food Court di Lantai 3. Sebelum  kami menggelar bebek gerobak, kami memesan  beberapa porsi makanan, satu bakmi ayam Ko Fei, dua nasi goreng ayam Ko Fei, dan satu porsi tahu crispy. Kami juga memesan beberapa botol air mineral dan teh manis dalam kemasan.

Setelah menu kami datang, kami pun menggelar nasi bebek yang dibungkus dengan kertas nasi yang berwarna cokelat.
Tampilannya memang biasa saja, tetapi rasanya luar biasa (dokumentasi pribadi)
Wowww.... Yang porsi nasinya sangat banyak. Satu porsi nasi terdiri dari dua atau tiga potong bebek dengan ukuran yang sedang. Ada bumbu-bumbu cokelat seperti bumbu rendang yang cukup banyak. Saya pun mengaduk bumbu tersebut menyatu dengan nasi putihnya.

Saatnya untuk makan.... Mhhhh.... Wowww.... Rasanya pedas dan lezat. Saya pun memotong daging bebek dari tulangnya.Dagingnya mudah lepas dan empuk digigit.  Kalau dimakan begitu saja, daging bebek terasa asin. Namun jika dimakan bersama nasi, rasanya jadi begitu nikmat.   Apalagi mengingat harganya yang begitu bersahabat di kantong, nasi bebek ini menjadi terasa lebih nikmat.

Kalau kamu penyuka hati ampela, kamu bisa meminta kepada penjualnya. Harganya tetap sama saja. Hati ampelanya juga empuk saat digigit. Yummmyyy....
Sayangnya, nasi bebek di sini tidak dilengkapi dengan sayuran, seperti tomat dan mentimun. Saya tak tahu apakah kami kehabisan karena sudah cukup malam atau benar-benar tidak disediakan.

Bagi kamu yang ingin menanyakan hal tersebut kamu bisa datang langsung ke sana, bebek Gerobak Astra. Tidak ada identitas nama di gerobaknya dan saya juga tidak menanyakan siapa nama penjualnya. Namun itu satu-satunya gerobak penjual bebek Madura di sana. Biasanya abang penjual bebek ini menggelar dagangannya mulai dari pukul 4 sore hingga habis.

Hanya sedikit sekali penjual makanan yang berdagang di depan Astra jika sudah malam. Berbeda jika di pagi dan siang hari,  banyak sekali gerobak makanan yang parkir di sana. Ayo siapa yang sedang ingin makan bebek enak dan murah meriah, silakan merapat ke mari.

Bebek Gerobak Astra
Alamat:
Depan Pabrik Astra
Jam Buka: Mulai 16.00
Jenis Makanan: Halal
Harga: 14K/porsi


Jumat, 18 Maret 2016

Restoran Chung Gi Wa: Pesannya Cuma 4 Menu, Dapatnya 13 Menu

Saya sudah beberapa kali makan di restoran Korea, cuma rasanya belum pernah dapat restoran yang pas di hati. Oleh karena itu, ketika beberapa waktu yang lalu ada seorang teman yang merekomendasikan sebuah restoran Korea yang katanya yummy menu-menunya, saya pun tak tahan untuk segera mendatanginya. Nama restorannya adalah Chung Gi Wa. Restorannya ada di mana-mana. Salah satunya berada di lantai 3 Supermall Lippo Karawaci Tangerang.

Ketika kami datang, pelayan begitu ramah menyambut kami dan segera mempersilakan kami memasuki restoran yang ukurannya cukup besar dan nyaman.  Kami duduk di pojok depan restoran di meja untuk tempat duduk 4 orang. Saat kami datang restoran dalam keadaan tak beberapa ramai. Hanya beberapa bangku yang terisi.

Tadinya saya mau memesan menu paket saja. Jadi, sudah ada makanan dan minumannya sekaligus. Namun karena salah seeorang teman merekomendasikan menu daging panggang, akhirnya saya mengurungkan niat memesan menu tersebut. Kami memilih tiga jenis daging, dua porsi daging babi dan satu porsi daging sapi. Selain itu kami juga memesan setengah porsi japchae.

Pelayan pun bertanya apakah tiga porsi daging tersebut mau dimasakkan atau kami sendiri yang ingin memanggangnya. Kami memilih opsi pertama, tetapi kami meminta mereka untuk memasaknya di meja kami. Di Chung Gi Wa, di  setiap meja memang disdiakan satu buah kompor dengan penyedot asap  yang bentuknya seperti belalai pesawat dengan bentuk yang lebih kecil.
Tak beberapa lama dengan sigap beberapa pelayan membawa arang dan alat-alat pemanggang. Kami bisa mengobrol santai sambil memperhatikan para pelayan yang dengan sigap membolak-balik daging di pemanggang. Sambil menunggu makanan kami jadi, para pelayan membawa banyak side dish, mulai dari baby potato yang ditumis dengan kecap dan juga asinan lobak. Selain itu, masih ada beberapa side dish yang disajikan dalam piring-piring kecil. Kamu bisa minta tambah kalau merasa side dishnya tidak cukup. Side dishnya gratis meskipun kamu minta tambah berkali-kali.

Di antara sekian banyak side dish, saya paling suka dengan fish cake, side dish yang tebuat dari otak-otak yang dipotong panjang-panjang kemudian ditumis.  Dua jenis kimchi juga disajikan sebagai pelengkap menu makan malam kami, kimchi lobak dan juga kimchi sawi putih. Kimchi adalah menu sayuran yang sudah melewati proses fermentasi sehingga rasanya agak asam.   Beberapa teman sangat menyukai menu ini.  Namun bagi saya yang tidak tidak terlalu menyukai makanan yang terasa asam, saya lebih banyak mengunyah side dish tumis bayam dan  salad dengan mayonaisnya yang segar.

Kami bisa cemal-cemil side dish tersebut sambil menunggu menu kami selesai dimasak. Ohhh ya, karena menu yang disajikan sudah begitu banyak, kami pun hanya memesan dua porsi nasi putih untuk empat orang. Nasi putih disajikan dalam mangkuk alumunium kecil.  Pelayanan juga menyediakan dua botol teh ocha, yang dingin dan biasa. Ocha diberikan gratis dan juga bisa di-refill sepuasnya.

Tak terasa, menu daging bakar kami pun masak. Oh ya bagi kamu yang memesan tiga menu daging di Chung Gi Wa Restaurant, kamu bisa mendapatkan pancake ala Korea setengah porsi secara gratis. Wahhhhh dengan disajikannya pajon, deretan menu makan malam kami malam ini menjadi lebih panjang dan banyak.
Menu daging yang kami pesan adalah Bulgogi, Samgyopsal, dan Yang Yum Gui. Setiap porsi daging di sini dibanderol dengan 87K.

Bulgogi
Makan di restoran Korea tidak afdol jika tidak memesan bulgogi. Daging sapi dipanggang kemudian ditambahkan saus bulgogi dengan potongan bawang bombay yang cukup banyak. Rasanya asin-asin manis.

Samgyopsal
Samgyopsal adalah daging bagian perut babi yang dipanggang. Hmmmm... yummy daging masih dilapisi dengan kulit dan lemak yang cukup tebal.

Yang Yum Gui
Ini juga menu daging babi yang dimasak pedas manis. Really love it.

Pelayan menyediakan satu baki yang bentuknya panjang yang berisi daun selada, wortel, cabai hijau, mentimun, bawang putih, dan wortel. Cara yang paling cocok untuk memakan daging bakar tersebut adalah dengan membungkusnya dengan daun selada. Kamu bisa menambahkan apa saja yang ada dalam baki tersebut untuk membuat nasi bungkus daun selada kamu makin enak. Oh ya sebelum menaruh daging di atas daun selada, kamu bisa mencelupkan daging tersebut ke kecap asin, merica, dan juga sambal. Kamu bisa menambahkan nasi atau kimchi agar daging bungkus makin sedap. Saya sangat suka dengan cara makan ala-ala korea ini.    
Japchae
Makanan must-have ala Korea yang tidak boleh dilewatkan adalah Japchae. Makanan ini mirip-mirip  dengan sohun goreng yang dimasak dengan potongan-potongan telur dan sayur-sayuran. Kami memesan setengah porsi japchae yang dibanderol dengan harga 60K. Satu porsi Japchae dibanderol dengan harga 90K.
Pajon 
Pajon adalah pancake ala Korea yang bisa kamu dapatkan gratis jika memesan 3 porsi menu daging. Pancake ala-ala Korea mirip dengan martabak telur Indonesia. Beberapa telur didadar dengan isian daging, daun bawang yang dipotong panjang, serta sayur-sayuran, kemudian digoreng dalam wajan datar kemudian dipotong kotak-kotak. Pajon dikeluarkan masih dalam keadaan hangat, rasanya jadi lebih nikmat. Love it.
Berikut tujuh side dish yang disajikan secara gratis:
1.    Salad
2.    Kimchi sawi putih
3.    Kimchi lobak
4.    Fish cake
5.    Asinan lobak
6.    Tumis bayam
7.    Tumis baby potato
Setelah berhasil melahap habis semua makanan tersebut, kami pun meninggalkan restoran tersebut dalam  keadaan perut sangat kenyang. Pelayanan pun tersenyum kepada kami sambil mengatakan “Gamsa Hamnida” yang maksudnya adalah terima kasih dalam bahasa Indonesia. 

Alamat Restoran Chung Gi Wa
Supermall Karawaci UG#03A
Tangerang Banten
No Telp: (021) 54220108, 54220109

Jam buka restoran mengikuti jam operasional mall
Jenis Maknan: Nonhalal

Harga belum termasuk pajak (10%) dan biaya servis  (5%)
Harga makan per orang berkisar 100K